Islamisme, Ke-islam-an!

Astrajingga
3 min readDec 12, 2021

--

Kaum Islam yang tidak mau bersatu dan selalu menganggap yang seperti itu benar adanya, moga-moga bisa mempertanggungjawabkan hal tersebut di hadapan Tuhannya!”

Dunia Islam kembali bersinar terang setelah dua pendekar yang tak akan hilang dari sejarah dunia, Syeikh Mohammad Abdouh dan Seyid Djalauddin El Afhgani, mereka menanamkan rasa perlawanan terhadap imperialisme Barat di hati rakyat. Bahkan hingga wafat, mereka masih terus berjuang dan menanamkan rasa perlawanan tersebut kepada kaum muslim dimanapun berada. Dianalogikan bahwa gerakan Pan-Islamisme ini seperti gelombang yang semakin hari semakin membesar hingga ke Indonesia. Pergerakan islam semakin hari semakin besar dan semakin dalam pendiriannya atas hukum agama. Di tandai dengan semakin besarnya Sarekat Islam bahkan salah seorang professor dari Amerika mengatakan bahwa Sarekat Islam akan berpengaruh besar atas kejadian-kejadian politik di kemudian hari, bukan hanya di Indonesia tapi juga tersebar ke seluruh dunia timur.

Makin dalamnya pendirian para penggerak-penggerak Pan-Islamisme di Indonesia semakin menciptakan konflik horizontal antarelemen, baik Nasionalis terhadap Islamis, maupun Marxis terhadap Islamis. Kaum Nasionalis menganggap bahwa agama dilarang keras dibawa-bawa ke dalam ranah perpolitikan, kemudian kaum Marxis menganggap bahwa ideologi agama menjadi batasan bagi mereka yang berjuang. Mereka menyatakan bahwa negeri-negeri islam sangat rendah derajatnya, karena mayoritas saat itu dipimpin oleh Bangsa Barat. Sebaliknya, kaum Islamis menuduh kaum Nasionalis sebagai orang-orang yang tersesat dan menyudutkan ideologi kaum Marxis yang dianggap sangat duniawi. Mereka menganggap politik-kebangsaan adalah suatu bentuk kesempitan dan politik-kebendaan sebagai sesuatu yang kasar.

Kemudian, Bung Karno menyatakan bahwa mereka yang berfikiran seperti itu adalah mereka yang kusut-faham. Hal-hal yang membuat citra islam menjadi tidak baik bukan karena Islam itu sendiri, melainkan para pemeluk-pemeluknya. Hal tersebut bukan tanpa dasar. Karena, jika dilihat dari sejarah panjang perjuangan Islam, kejayaan Islam sukar dibandingkan jika dilihat dari sudut pandang nasionalis maupun marxis. Namun, Bung Karno tak mengelak bahwa Islam telah rusak, karena yang menjalankan ajaran agama tersebut telah rusak pemahamannya tentang Islam itu sendiri. Banyak negara-negara Islam yang telah dirampas oleh Bangsa-Bangsa Barat karena pada saat hal itu terjadi, kaum muslim memiliki tingkat tauhid yang kurang kuat, kata Bung Karno. Padahal kuatnya tauhid dapat menciptakan keteguhan pada Bangsa Riff atas imperialisme Spanyol dan Perancis.

Islam yang sejati, seharusnya tidak antipati terhadap Nasionalisme dan paham Marxisme. Selama mereka yang berpaham Islamisme masih anti-nasionalis yang berpengetahuan luas dan anti-marxis yang benar, selama itu pula kaum islamisme tidak berada di atas Sirothol Mustaqim. Bukankah islam yang sejati diajarkan untuk mencintai dan memperjuangkan negeri yang didiami, serta bekerja untuk rakyat ditempat ia tinggal. Bukankah Afghani selalu mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme yang kemudian disebut oleh musuh-musuhnya sebagai bentuk fanatisme? Bukankah para pendekar Pan-Islamisme selalu menyuarakan akan kehormatan diri sendiri, rasa keluhuran-diri, dan rasa kehormatan akan bangsa, identitas yang dimiliki yang kemudian disebutkan oleh bangsa Barat sebagai bentuk “chauvinisme”?

Gerakan islam adalah gerakan anti kekafiran, dan hal tersebut seharusnya merupakan gerakan yang menumbuhkan rasa nasionalisme, karena kaum-kaum kafir adalah bangsa-bangsa Barat yang telah merampas segala bentuk hak hidup dari rakyat Indonesia. Hal inilah yang mendasari Bung Karno bahwa kaum Islamisme dapat bergandengan tangan dalam perjuangan melawan Imperialisme Barat. Kemudian, Bung Karno pula menyatakan bahwa musuh terbesar Islamisme adalah Kapitalisme, dan itu juga merupakan lawan dari Marxisme, karena memakan hasil pekerjaan orang lain bukanlah sesuatu yang dianut oleh Islamis maupun Marxis.

Islamisme yang lahir karena fanatisme belaka dan memusuhi kaum Nasionalis dan Marxis sejatinya tidak memahami makna Islam dan tak mengenal ajaran agamanya sendiri. Akan sangat hebat dan besar pergerakan rakyat di Indonesia jika kaum Islamis dan Marxis ditambah kaum Nasionalis bersatu padu. Karena, sejauh buku ini ditulis belum ada satupun bentuk pergerakan di Indonesia yang benar-benar merupakan pergerakan rakyat.

“Maka, berbahagia bagi kaum Islamis yang insaf akan perjuangan sesungguhnya dan sadar akan persatuan yang utuh. Karena, mereka yang seperti itu adalah mereka yang benar-benar menjalankan apa yang ajaran agama perintahkan. Dan bagi mereka yang anti akan persatuan, semoga mereka bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan Tuhannya!”

--

--

Astrajingga
0 Followers

Yang sedang berusaha menjadi manusia